Himalayan Cat

Wednesday, December 9, 2015

makalah tonsilitis



KATA PENGANTAR

           
Dengan memanjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat serta hidayah-Nya makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Tugas ini disusun untuk memenuhi tugas TIK yang merupakan salah satu mata kuliah di Program Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso.
Penulis yakin tanpa adanya bantuan dari semua pihak, makalah ini akan mengalami banyak hambatan. Oleh karena itu tidak berlebihan penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1.      Yuana Dwi Agustin, SKM, M. Kes, sebagai ketua Program Studi DIII Keperawatan Universitas Bondowoso.
2.      Ns. Rismawan Adi Yunanto., sebagai dosen pengampu penulis makalah ini.
3.      Semua pihak yang telah membantu pengerjaan makalah ini.
Semoga segala sumbangsih yang diberikan kepada penulis mendapatkan imbalan dari Allah SWT, dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua piak untuk perbaikan langkah penulis selanjutnya.

Bondowoso, 18 oktober 2015

Penulis
 



BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.            Latar Belakang
Tonsilitis kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai dengan serangan infeksi yang berulang-ulan. Tonsillitis merupakan salah satu penyakit yang paling umum ditemukan pada masa anak-anak. Angka kejadian tertinggi terutama antara anak-anak dalam kelompok usia antara 5 sampai 10 tahun yang mana radang tersebut merupakan infeksi dari berbagai jenis bakteri (Brook dan Gober, dalam Hammouda, 2009).
Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang terjadi di tenggorokan terutama terjadi pada kelompok usia muda (Wiatrak BJ dalam Kurien, 2000).
Berdasarkan data epidemiologi penyakit THT di 7 provinsi (Indonesia) pada tahun 1994-1996, prevalensi tonsilitis kronik tertinggi setelah nasofaringitis akut (4,6%) yaitu sebesar 3,8% (Suwento dalam Farokah, 2007).
1.2.      Tujuan
1.    Mengetahui konsep dari penyakit tonsillitis yang menyerang persendian
tulang
2.    Mempelajari patofisiologi gambaran penyakit tontilitis secara menyeluruh
3.    Mengetahui implikasi patofisiologi penyakit tontilitis dalam bidang keperawatan dan peranan keperawatan terhadap penyakit tersebut.
1.3       Manfaat
1.      Dapat memahami konsep tonsillitis yang menyerang faring.
2.      Dapat memahami patofisiologi gambaran penyakit tonsillitis secara menyeluruh
3.      Dapat menjalankan implikasi patofisiologi tonsillitis dalam bidang keperawatan dan dapat memahami peranan keperawatan dalam menghadapi penyakit tersebut.


BAB 2 KONSEP PENYAKIT
2.1.    Definisi
Tonsilitis adalah suatu kondisi medis yang ditandai dengan adanya peradangan pada tonsil, yang menyebabkan sakit tenggorokan, kesulitan untuk menelan, dan demam. Tonsil merupakan kelenjar getah bening di bagian belakang mulut dan di atas tenggorokan. Tonsil berperan dalam menyaring bakteri dan kuman-kuman untuk melindungi tubuh dari infeksi. Tonsilitis dapat terjadi karena infeksi virus atau bakteri. Infeksi virus adalah penyebab paling umum pada tonsilitis. Infeksi ini dapat menyebar dari satu orang ke orang lain melalui kontak tangan, menghirup droplet dari udara setelah seseorang dengan tonsilits bersin atau berbagi alat atau sikat gigi dengan orang yang terinfeksi. Infeksi bakteri disebabkan oleh Streptococcus pyogenes, bakteri yang menyebabkan strep throat (radang tenggorokan).



Ada 2 tipe tonsilitis: akut dan kronis.
·      Tonsilitis akut ditandai dengan onset mendadak atau bertahap dari suatu sakit tenggorokan
·      Tonsilitis kronis adalah infeksi menetap pada tonsil. Tonsilitis sering hilang dengan sendirinya tanpa perlu dilakukan perawatan. Namun, pada kasus berat, prosedur umum yang disebut tonsilektomi diperlukan untuk mengangkat tonsil tersebut. 
2.2       Etiologi
Dari 169 kasus didapatkan data sebagai berikut :
Ø  25% disebabkan oleh Streptokokus β hemolitikus yang pada masa penyembuhan tampak adanya kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
Ø  25% disebabkan oleh Streptokokus golongan lain yang tidak menunjukkan kenaikan titer Streptokokus antibodi dalam serum penderita.
Ø  Sisanya adalah Pneumokokus, Stafilokokus, Hemofilus influenza.
Adapula yang menyatakan etiologi terjadinya tonsilitis sebagai berikut :
1. Streptokokus β hemolitikus Grup A
2. Hemofilus influenza
3. Streptokokus pneumonia
4. Stafilokokus (dengan dehidrasi, antibiotika)
5. Tuberkulosis (pada keadaan immunocompromise).
2.1       Patofisiologi
Terjadinya proses radang berulang disebabkan oleh rokok, beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsilitis yang tidak adekuat.
Proses keradangan dimulai pada satu atau lebih kripte tonsil. Karena proses radang berulang, maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut sehingga kripte akan melebar
Secara klinis kripte ini akan tampak diisi oleh Detritus (akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripte berupa eksudat yang berwarna kekuning-kuningan). Proses ini terus meluas hingga menembus kapsul sehingga terjadi perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsillaris. Pada anak-anak, proses ini akan disertai dengan pembesaran kelenjar submandibula



2.4       Diagnosis
Tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kemudian kripta terlihat melebar dan beberapa kripta terisi oleh debritus. Terasa ada yang mengganjal di tenggorokan, kemudian pasien merasa tenggorokan kering dan nafas berbau
2.5       Diagnosa Banding
Terdapat beberapa diagnosa banding dari tonsilitis kronis adalah sebagai berikut :
1.         Penyakit-penyakit dengan pembentukan Pseudomembran atau adanya membran semu yang menutupi tonsil (Tonsilitis Membranosa)
a.        Tonsilitis Difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan dasar imunitas. Gejalanya terbagi menjadi tiga golongan besar, umum, lokal dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti gejala infeksi lain, yaitu demam subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat dan keluhan nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan membentuk pseudomembran yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Gejala akibat eksotoksin dapat menimbulkan kerusakan jaringan tubuh, misalnya pada jantung dapat terjadi miokarditis sampai dekompensasi kordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot pernafasan  dan pada ginjal dapat menimbulkan albuminuria.


b.       Angina Plaut Vincent (Stomatitis Ulseromembranosa)
Gejala yang timbul adalah demam tinggi (39˚C), nyeri di mulut, gigi dan kepala, sakit tenggorok, badan lemah, gusi mudah berdarah dan hipersalivasi. Pada pemeriksaan tampak membran putih keabuan di tonsil, uvula, dinding faring, gusi dan prosesus alveolaris. Mukosa mulut dan faring hiperemis. Mulut yang berbau (foetor ex ore) dan kelenjar submandibula membesar.
c.        Mononukleosis Infeksiosa
Terjadi tonsilofaringitis ulseromembranosa bilateral. Membran semu yang menutup ulkus mudah diangkat tanpa timbul perdarahan, terdapat pembesaran kelenjar limfe leher, ketiak dan regio inguinal. Gambaran darah khas, yaitu terdapat leukosit mononukleosis dalam jumlah besar. Tanda khas yang lain adalah kesanggupan serum pasien untuk beraglutinasi terhadap sel darah merah domba (Reaksi Paul Bunnel).
2.    Penyakit Kronik Faring Granulomatus
a.         Faringitis Tuberkulosa
Merupakan proses sekunder dari TBC paru. Keadaan umum pasien adalah buruk karena anoreksi dan odinofagi. Pasien juga mengeluh nyeri hebat di tenggorok, nyeri di telinga (otalgia) dan pembesaran kelenjar limfa leher.
b.        Faringitis Luetika
Gambaran klinis tergantung dari stadium penyakit primer, sekunder atau tersier. Pada penyakit ini dapat terjadi ulserasi superfisial yang sembuh disertai pembentukan jaringan ikat. Sekuele dari gumma bisa mengakibatkan perforasi palatum mole dan pilar tonsil.




c.         Lepra (Lues)
Penyakit ini dapat menimbulkan nodul atau ulserasi pada faring kemudian menyembuh dan disertai dengan kehilangan jaringan yang luas dan timbulnya jaringan ikat.
d.         Aktinomikosis Faring
Terjadi akibat pembengkakan mukosa yang tidak luas, tidak nyeri, bisa mengalami ulseasi dan proses supuratif. Blastomikosis dapat mengakibatkan ulserasi faring yang ireguler, superfisial, dengan dasar jaringan granulasi yang lunak.


2.6.      Gejala dan Tanda
Keluhan yang dapat dialami penderita Tonsilllitis, antara lain:
·           Tengorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan (leher)
·            Nyeri saat menelan (menelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga menjadi malas makan.
·            Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga.
·            Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, nyeri otot.
·            Dapat disertai batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut, pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di sekitar leher.
·            Adakalanya penderita tonsilitis (kronis) mendengkur saat tidur (terutama jika disertai pembesaran kelenjar adenoid (kelenjar yang berada di dinding bagian belakang antara tenggorokan dan rongga hidung).
·            Pada pemeriksaan, dijumpai pembesaran tonsil (amandel), berwarna merah, kadang dijumpai bercak putih (eksudat) pada permukaan tonsil, warna merah yang menandakan peradangan di sekitar tonsil dan tenggorokan.


2.8       Komplikasi
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :
1.  Komplikasi sekitar tonsil
a.         Peritonsilitis
Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya trismus dan abses.
b.         Abses Peritonsilar (Quinsy)
Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang peritonsil. Sumber infeksiberasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
c.          Abses Parafaringeal
Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah beningatau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
d.        Abses Retrofaring
Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
e.         Krista Tonsil
Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih dan berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
f.          Tonsilolith (Kalkulus dari tonsil)
Terjadinya deposit kalsium fosfat dan kalsium karbonat dalam jaringan tonsil yang  membentuk bahan keras seperti kapur.

2.  Komplikasi Organ jauh
a. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
b. Glomerulonefritis
c. Episkleritis, konjungtivitis berulang dan koroiditis
d. Psoriasis, eritema multiforme, kronik urtikaria dan purpura
e. Artritis dan fibrositis

2.9                   Penatalaksanaan
2.9.1  Lokal
Terapi lokal bertujuan pada higiene mulut atau obat hisap yaitu antibiotik dan analgesik

2.9.2  Indikasi Tonsilektomi
Berdasarkan The American Academy of Otolaryngology- Head and Neck Surgery ( AAO-HNS) tahun 1995 indikasi tonsilektomi terbagi menjadi :
1.  Indikasi absolut
a)  Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan napas atas,disfagia berat,gangguan tidur, atau terdapat komplikasi kardiopulmonal
b)  abses peritonsiler yang tidak respon terhadap pengobatan medik dan drainase, kecuali jika dilakukan fase akut.
c)  Tonsilitis yang menimbulkan kejang demam
d)  Tonsil yang akan dilakukan biopsi untuk pemeriksaan patologi
2.  Indikasi relatif
a)  Terjadi 3 kali atau lebih infeksi tonsil pertahun, meskipun tidak diberikan pengobatan medik yang adekuat
b)  Halitosis akibat tonsilitis kronik yang tidak ada respon terhadap pengobatan medik
c)  Tonsilitis kronik atau berulang pada pembawa streptokokus yang tidak membaik dengan pemberian antibiotik kuman resisten terhadap β-laktamase.

2.9.3  Pencegahan
Tak ada cara khusus untuk mencegah infeksi tonsil (amandel). Secara umum disebutkan bahwa pencegahan ditujukan untuk mencegah tertularnya infeksi rongga mulut dan tenggorokan yang dapat memicu terjadinya infeksi tonsil. Namun setidaknya upaya yang dapat dilakukan adalah:
·  Mencuci tangan sesering mungkin untuk mencegah penyebaran mikro-organisme yang dapat menimbulkan tonsilitis.
·  Menghindari kontak dengan penderita infeksi tanggorokan, setidaknya hingga 24 jam setelah penderita infeksi tenggorokan (yang disebabkan kuman) mendapatkan antibiotika.

2.9.4   Prognosa
Baik setelah dilakukan tonsilektomi dan sebelum terjadinya komplikasi lebih lanjut.












BAB 3 PENUTUP
3.1       KESIMPULAN
*        Tonsilitis kronis adalah infeksi kronis pada jaringan tonsil. Banyak terjadi pada anak usia 5-10 tahun meskipun beberapa kejadian didapatkan pada usia dewasa.
*        Secara klinis pada tonsilitis kronik didapatkan gejala berupa nyeri tenggorok atau nyeri telan ringan, mulut berbau, badan lesu, sering mengantuk, nafsu makan menurun, nyeri kepala dan badan terasa meriang.
*        Dapat menimbulkan komplikasi lokal yaitu abses peritonsil, abses parafaring dan otitis media akut. Komplikasi lain yang bersifat sistemik dapat timbul terutama oleh kuman Streptokokus beta hemolitikus berupa sepsis dan infeksinya dapat tersebar ke organ lain seperti bronkus (bronkitis), ginjal (nefritis akut & glomerulonefritis akut), jantung (miokarditis & endokarditis), sendi (artritis) dan vaskuler (plebitis).
*        Penatalaksanaan dapat bersifat lokal dan dengan tonsilektomi dengan indikasi tertentu.


                                             







DAFTAR PUSTAKA
Adams, G.L. (1997), Penyakit-penyakit Nasofaring dan Orofaring,dalam Harjanto, E. dkk (ed) Boies Buku Ajar Penyakit THT, edisi ke6, Penerbit Buku        Kedokteran EGC, Jakarta.
Al-Abdulhadi, Khalid, 2007, Common throat infections: a review, ORL-HNS                    Department, Zain and Al-Sabah Hospital, Kuwait, Bull Kuwait Inst Med Spec
          2007;6:63-67.
Bapat, Urmi, 2004, Reactive arthritis following tonsillitis, Speciality: Otolaryngology; rheumatology; general Article Type: Case Report medicine,St.                     Mary’s Hospital, London, UK, Grand Rounds Vol 5 pages 8–9.
Efiaty, Soepardi, 2001, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok                   Kepala Leher, Edisi 5, Jakarta, FK-UI
Farokah, 2007, Hubungan Tonsilitis Kronik dengan Prestasi Belajar pada Siswa    Kelas II Sekolah Dasar di Kota Semarang, Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL                Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, SMF Kesehatan THT-KL Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang, Indonesia, Cermin Dunia Kedokteran No.         155 Hal: 87-92.














1.2              LAMPIRAN
GAMBAR TONSILITIS

  https://kunsantori.files.wordpress.com/2012/03/image001.jpg?w=604                                   https://kunsantori.files.wordpress.com/2012/03/image002.jpg?w=604
(Gambar1, Sumber Adam’s Anatomy, 1997)             (Gambar 2. Tonsilitis Kronis)

https://thtkl.files.wordpress.com/2008/09/1444857350_071468dec8.jpg?w=302&h=196
(Gambar 3, Tonsilitis Akut)








1 comment:

  1. Harrah's Resort Southern California Casino - Mapyro
    View detailed information 포천 출장안마 for Harrah's Resort Southern California Casino 세종특별자치 출장샵 in Valley Center, 제천 출장안마 including current reviews, Address: 777 Harrah's Rincon Way, Valley 광명 출장샵 Center, 포천 출장안마 US of

    ReplyDelete